May 2, 2025
Liputan Gala Dinner dan Lelang Karya Seni The Future Is Our Canvas
May 2, 2025
Liputan Gala Dinner dan Lelang Karya Seni The Future Is Our Canvas
Selasa malam, 22 April 2025, Auditorium H.M. Rasjidi Kementerian Agama RI menjadi saksi hangatnya kolaborasi antara Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate Impact). Dalam suasana penuh semangat, digelar acara Gala Dinner dan Lelang Seni bertajuk “Ekoteologi dalam Aksi: Gerakan Green Waqf untuk Pelestarian Hutan Berkelanjutan.” Acara ini bukan sekadar ajang penggalangan dana, tapi juga menjadi ruang temu berbagai elemen masyarakat dalam semangat menjaga bumi. Melalui konsep wakaf hijau, Kemenag menggerakkan satu dari delapan program prioritasnya: penguatan ekoteologi—yakni harmoni antara ajaran Islam dan kepedulian terhadap lingkungan.
Program The Future Is Our Canvas yang digagas oleh Purpose dan berkolaborasi dengan mostlyharmless.id menjadi motor kreatif di balik lelang seni ini. Karya-karya yang dikurasi tidak hanya menawarkan nilai estetika, tetapi juga mengangkat isu lingkungan yang mendesak. Penjualan karya-karya tersebut akan mendanai proyek reboisasi, pemasangan panel surya di masjid-masjid perkotaan, serta pemberdayaan komunitas berbasis keberlanjutan. Seni, dalam konteks ini, menjadi jembatan hati yang menyampaikan pesan konservasi dengan cara yang lembut namun dalam. Sementara itu, konsep wakaf hutan hadir sebagai bentuk dakwah ekologis yang makin relevan di tengah tantangan perubahan iklim.
Acara ini menjadi awal yang menjanjikan bagi perluasan gerakan wakaf hijau di Indonesia. Hingga Maret 2025, sudah tercatat 48 hektar hutan wakaf di berbagai daerah—dari Aceh, Bogor, Mojokerto, hingga Gunung Sindur. Ketua MOSAIC optimis, jumlah ini akan terus bertambah seiring tumbuhnya dukungan umat dan berbagai pihak yang peduli. Salah satu bentuk nyata dukungan terhadap gerakan ini adalah momen penandatanganan komitmen dari nazhir wakaf dan para tokoh masyarakat untuk mendukung gerakan Green Waqf.
Sorotan malam itu jatuh pada karya “Julang Sulawesi dan Karpet Merah untuk Nilam” dari Aad Mandar, yang terjual senilai Rp20 juta—angka tertinggi malam itu. Lukisan ini menggambarkan keresahan atas rusaknya hutan Sulawesi Barat, namun juga menyimpan secercah harapan. Yang membanggakan, karya ini dimenangkan langsung oleh Menteri Agama, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. Dalam sambutannya, beliau menekankan bahwa menanam pohon adalah amal jariyah, bukan hanya memberi manfaat ekologis, tapi juga membawa nilai spiritual yang tinggi dalam Islam. Beliau mengingatkan bahwa menanam pohon bisa menjadi amal yang luar biasa bagi siapa saja yang melakukannya. Karena itu, ia mendorong masyarakat untuk menanam pohon sebanyak-banyaknya sebagai bentuk amal jariyah sekaligus komitmen ekologis.
Seorang peserta yang hadir malam itu menyampaikan kesan mendalam. Baginya, ini pertama kalinya ia menyaksikan lelang seni yang berpadu harmonis dengan semangat wakaf dan pelestarian lingkungan. Ia menilai pendekatan seperti ini sebagai inovatif, menyentuh, dan menggugah kepedulian. Peserta lain pun sependapat: seni terbukti ampuh menjembatani antara nilai spiritual, kepedulian ekologis, dan keterlibatan masyarakat.
Penulis berharap semakin banyak pihak yang terinspirasi untuk menggabungkan kekuatan spiritualitas, seni, dan aksi nyata dalam merespons krisis iklim. Sehingga gerakan wakaf hijau ini terus tumbuh menjadi budaya baru yang mengakar dalam kehidupan umat dan menjadi bagian dari solusi untuk keberlanjutan bumi.