Karya ini menggambarkan keresahan atas laju pembangunan yang tak terkendali, yang secara perlahan namun pasti mulai menggerus ruang hidup pohon-pohon. Gedung-gedung tinggi tumbuh menjulang, namun tanpa memperhitungkan dampak ekologisnya. Pohon-pohon yang dulunya bebas menyerap sinar matahari kini terkungkung bayang-bayang beton dan kaca. Mereka kesulitan berfotosintesis, kesulitan tumbuh, bahkan sekadar bertahan hidup.
Gede Sukradana, melalui karyanya, mengajak kita merenungkan kembali: apakah pembangunan benar-benar harus berarti penggusuran ruang hidup bagi makhluk lain? Tidakkah bisa kota dan alam tumbuh berdampingan, saling memberi ruang, saling menjaga? Karya ini adalah bentuk suara dari mereka yang tak bersuara—pohon-pohon yang terus bertahan dalam senyap, dalam tekanan, dalam bayang-bayang.
Karya ini menggambarkan keresahan atas laju pembangunan yang tak terkendali, yang secara perlahan namun pasti mulai menggerus ruang hidup pohon-pohon. Gedung-gedung tinggi tumbuh menjulang, namun tanpa memperhitungkan dampak ekologisnya. Pohon-pohon yang dulunya bebas menyerap sinar matahari kini terkungkung bayang-bayang beton dan kaca. Mereka kesulitan berfotosintesis, kesulitan tumbuh, bahkan sekadar bertahan hidup.
Gede Sukradana, melalui karyanya, mengajak kita merenungkan kembali: apakah pembangunan benar-benar harus berarti penggusuran ruang hidup bagi makhluk lain? Tidakkah bisa kota dan alam tumbuh berdampingan, saling memberi ruang, saling menjaga? Karya ini adalah bentuk suara dari mereka yang tak bersuara—pohon-pohon yang terus bertahan dalam senyap, dalam tekanan, dalam bayang-bayang.