Dialog Para Satwa
kayu lebar 98 cm tinggi 195 cm tebal 4 cm., Mix media Lempengan kayu solid, Cat minyak, pensil warna. Ukuran : kayu lebar 98 cm tinggi 195 cm tebal 4 cm.
Karya ini lahir dari keprihatinan mendalam atas kerusakan alam dan lingkungan hidup yang terus berlangsung tanpa henti. Dalam situasi di mana bencana alam seakan menjadi rutinitas tahunan—merenggut harta, nyawa, dan harapan—seniman mengajak kita merenung melalui media yang sarat makna.
Lempengan-lempengan kayu digunakan sebagai simbol yang kuat dan argumentatif; ia menjadi kritik terhadap arogansi dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam. Kayu, yang seharusnya menjadi elemen kehidupan, justru diubah menjadi bukti bisu atas kerakusan yang tak pernah berujung.
Melalui gambar-gambar burung langka dari Kalimantan, karya ini menggambarkan realitas yang menyedihkan—tergusurnya habitat, hilangnya ruang hidup, dan makin marjinalnya eksistensi satwa. Dalam karya ini, burung-burung itu seakan berdialog dalam kesepian, menyampaikan keluh kesah pada mereka yang memegang kekuasaan, namun sering kali abai pada suara-suara yang tak terdengar.
Dialog Para Satwa

kayu lebar 98 cm tinggi 195 cm tebal 4 cm., Mix media Lempengan kayu solid, Cat minyak, pensil warna. Ukuran : kayu lebar 98 cm tinggi 195 cm tebal 4 cm.
Karya ini lahir dari keprihatinan mendalam atas kerusakan alam dan lingkungan hidup yang terus berlangsung tanpa henti. Dalam situasi di mana bencana alam seakan menjadi rutinitas tahunan—merenggut harta, nyawa, dan harapan—seniman mengajak kita merenung melalui media yang sarat makna.
Lempengan-lempengan kayu digunakan sebagai simbol yang kuat dan argumentatif; ia menjadi kritik terhadap arogansi dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam. Kayu, yang seharusnya menjadi elemen kehidupan, justru diubah menjadi bukti bisu atas kerakusan yang tak pernah berujung.
Melalui gambar-gambar burung langka dari Kalimantan, karya ini menggambarkan realitas yang menyedihkan—tergusurnya habitat, hilangnya ruang hidup, dan makin marjinalnya eksistensi satwa. Dalam karya ini, burung-burung itu seakan berdialog dalam kesepian, menyampaikan keluh kesah pada mereka yang memegang kekuasaan, namun sering kali abai pada suara-suara yang tak terdengar.