Fatamorgana adalah lukisan yang merekam rasa kehilangan dan keprihatinan mendalam terhadap alam, lingkungan hidup, dan tumpuan kehidupan yang perlahan tergantikan oleh narasi kemajuan. Karya ini bersumber dari kenangan masa kecil sang pelukis di desa Marampiau, Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan—sebuah kawasan yang dahulu dipenuhi pohon-pohon besar seperti Meranti, Kamper, Agatis, Lanan, dan Pulantan, serta menjadi rumah bagi berbagai satwa, unggas, dan ikan air tawar yang melimpah.
Kini, seluruh lanskap alami itu telah lenyap, digantikan oleh hamparan perkebunan sawit. Hutan lebat yang dulu menjadi sarang kehidupan kini hanya hidup dalam ingatan. Fatamorgana hadir sebagai penanda atas hilangnya sebuah ekosistem yang dulunya nyata, namun kini hanya bisa ditemukan dalam benak sang pelukis. Lewat karya ini, seniman mengajak penikmatnya untuk mengingat, merenung, dan bertanya: berapa banyak lagi “fatamorgana” yang akan tercipta jika kita terus membiarkan alam dikalahkan oleh ambisi tanpa batas?
Fatamorgana adalah lukisan yang merekam rasa kehilangan dan keprihatinan mendalam terhadap alam, lingkungan hidup, dan tumpuan kehidupan yang perlahan tergantikan oleh narasi kemajuan. Karya ini bersumber dari kenangan masa kecil sang pelukis di desa Marampiau, Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan—sebuah kawasan yang dahulu dipenuhi pohon-pohon besar seperti Meranti, Kamper, Agatis, Lanan, dan Pulantan, serta menjadi rumah bagi berbagai satwa, unggas, dan ikan air tawar yang melimpah.
Kini, seluruh lanskap alami itu telah lenyap, digantikan oleh hamparan perkebunan sawit. Hutan lebat yang dulu menjadi sarang kehidupan kini hanya hidup dalam ingatan. Fatamorgana hadir sebagai penanda atas hilangnya sebuah ekosistem yang dulunya nyata, namun kini hanya bisa ditemukan dalam benak sang pelukis. Lewat karya ini, seniman mengajak penikmatnya untuk mengingat, merenung, dan bertanya: berapa banyak lagi “fatamorgana” yang akan tercipta jika kita terus membiarkan alam dikalahkan oleh ambisi tanpa batas?